Contoh Penelitian Kualitatif Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Agama Kristen

Contoh penelitian kualitatif berikut ini adalah contoh penelitian untuk Disertasi dalam Bidang Pendidikan Agama Kristen yang dilakukan oleh Yonas Muanley. Bahan postingan ini hanya BAB I. Tujuan postingan ini yakni menolong para pengunjung blog yang sedang mencari bentuk penelitian dengan menggunakan METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF dengan penelitian lapangan. Rasanya metode penelitian kualitatif masih kurang dalam penelitian yang dikembangkan di Sekolah Tinggi Teologi. Itulah sebabnya Bahan Bab I ini diposting. Mohon tidak dikopi paste tanpa izin dari pemilik blog ini.

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah Penelitian

Pembelajaran adalah sebuah istilah yang dipakai untuk menggambarkan kegiatan terstruktur edukatif antara pendidik dengan peserta didik, di dalam pembelajaran ada kegiatan mengajar dan belajar. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru dan dosen, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik.
Mengajar dan belajar atau mendidik dan belajar bukanlah sesuatu yang tidak dinarasikan dalam Alkitab, di dalam Alkitab justru terdapat banyak bukti tentang kegiatan mengajar. Memang benar bahwa mengajar yang disebutkan di dalam Alkitab tidak harus dibayangkan secara formal seperti yang terjadi sekarang ini di dalam kelas. Walaupun demikian konsep tentang mengajar dan praktik mengajar sudah ada dalam Alkitab.
Allah sendiri memulainya di taman Eden untuk dua manusia pertama, dan manusia pertama meneruskan kegiatan mendidik itu, kegiatan mendidik dan dididik (mengajar dan belajar) itu diwariskan dari generasi ke generasi manusia sepanjang zaman.
Di atas telah dinyatakan bahwa Alkitab mendeskripsikan tentang mengajar. Untuk menopang epistemologi pernyataan bahwa Alkitab memaparkan bukti-bukti yang kuat tentang mengajar perlulah sebuah ontology yang tentunya beranjak dari kesaksian teks kitab suci (Alkitab).
Data-data Alkitab menunjukkan kepada setiap orang yang membacanya bahwa memang benar ada singgungan tentang mengajar dalam Alkitab. Usaha menemukan data-data tentang mengajar berdasarkan Alkitab bermaksud untuk memberi kepastian bahwa mengajar adalah bagian dari kesaksian Alkitab. Data-data itu dapat diruntut dalam ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Ayat-ayat dalam Perjanjian Lama yang berhubungan dengan kata mengajar dapat diperhatikan dalam nats-nats ini: Kel. 4:12, 35:34, Ul. 20:18, Hak. 13:8, II Sam. 22:35, II Raj. 12:2, II Taw. 17:7,9, Ezr. 7:10, Neh. 8:9,9:20, Ayb. 4:3, 15:5, 36:2, Maz. 18:34, 32:8, 71:17, 119:102, 144:1, Kid. 8:2.
Pada ayat-ayat di atas dipakai kata “mengajar”, frasa mengajar dalam ayat-ayat ini dipakai dalam beberapa pengertian yaitu dalam arti kiasan dan  literal (pembahasannya dalam kajian teori bab II disertasi). Sedangkan data-data Perjanjian Lama tentang “mendidik” dapat dilihat dalam: II Raj. 10:6, Ams. 6:23, 9:7, sementara data tentang  “didikan” dapat diperhatikan dalam ayat-ayat ini: Ayb. 5:17, Ams. 1:2, 3, 7,8, 3:1, 4:1, 13, 5:12, 23, 8:33, 10:17, 12:1, 13:1, 13:18, 15:5, 10, 32, 33, 19:20. Sedangkan data Perjanjian Baru tentang “mengajar” dapat dilihat dalam: Mat. 9:35, 11:1, 13:54,21:23, 26:55, Mark. 1:21, 2:13, 4:1, 6:6, 10:1, 12:35, Luk. 4:31, 5:17, 6:6, 11:37, 12:1, 13:10, 22, 20:1, 21:37, Kis. 13:43. Sedangkan data tentang “dididik/pendidik” dalam Perjanjian Baru muncul secara dua kali, yaitu Rom. 2:20 (pendidik orang bodoh), I Kor. 4:15 (beribu-ribu pendidik dalam Kristus …).
Data di atas secara literal hanya membicarakan tentang mengajar, mendidik, didikan dan tidak membicarakan tentang pelajar atau istilah terkini peserta didik. Akan hal itu dapat dianalisis bahwa bila ada bukti-bukti mengajar di dalam Alkitab maka pastilah ada orang yang mendengar ajaran itu, orang yang mendengar ajaran itu disebut murid/peserta didik atau manusia muda yang membutuhkan tuntutanan edukatif dari orang dewasa (guru/pendidik). Alkitab sering memakai anakku dan murid. Sebutan yang terakhir banyak dipakai dalam kegiatan instruksional Yesus. Yesus pun memilih murid dan memberi pengajaran kepada murid-murid-Nya.
Memang harus disadari bahwa didaktik (proses pembelajaran) yang dibicarakan dalam Alkitab tidaklah dalam arti ilmu mengajark sebagai suatu ilmu yang bercerai/berpisah/berdiri sendiri sebagai suatu ilmu mandiri  dari induknya yaitu ilmu pendidikan sebagaimana yang dikenal dalam ilmu didaktik. Tetapi yang mau ditegaskan di sini yakni kegiatan mengajar (menyampaikan pengetahuan yang berguna) supaya manusia muda yang diajar mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh sang pendidik. Kegiatan mengajar  sudah dimulai oleh Allah dan diteruskan di dalam umat pilihan-Nya. Adam dan Hawa mengajar anak-anaknya, Nuh dan isterinya mengajar anak-anaknya, Abraham dan isterinya mengajar anak-anaknya dan seterusnya sampai terbentuknya Israel sebagai bangsa pilihan dan meneruskan kegiatan mengajar. Misalnya Musa mengajar umat Israel.
Bukti kegiatan instruksional (mengajar dan belajar) di dalam Alkitab memberi penegasan bahwa mengajar adalah sebuah aktivitas pelayanan yang dikehendaki Tuhan. Di sini mengajar dan belajar menjadi bagian kehendak Tuhan, Ia sendiri melakakukan tugas mengajar itu,  dan Ia memanggil orang-orang yang dikehendaki-Nya dan dikarunia karunia mengajar untuk mengajar umat-Nya memahami kehendak-Nya. Maka tepatlah kata para ahli PAK, mengajar adalah tugas gereja. Yesus di dalam pelayanan-Nya penuh dengan tugas mengajar. Jadi, ada dasar yang kuat untuk percakapan dan perwujudan pembelajaran. 
Adanya fakta di dalam Alkitab yang begitu kuat menyatakan tentang  mengajar  memberi warga pembelajar (pendidik dan peserta didik) semangat yang berkobar-kobar untuk mengajar dan belajar.  Bila di dalam Alkitab terdapat banyak keterangan tentang mengajar maka dapatlah dikatakan bahwa istilah mengajar (ilmu mengajar) sebelum dikenal dan dibicarakan secara ilmiah baik di dalam suatu disiplin ilmu pendidikan umum, dan pendidikan agamawi non ekklesia Israel dan Gereja, istilah dan praktik mengajar sudah disaksikan di dalam Alkitab yang merupakan  historinya Tuhan. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa tidak ada dalam kitab-kitab suci non Kristen yang memuat data begitu kuat tentang mengajar selain Alkitab. Berdasarkan alasan ini maka aksiologi pembelajaran adalah semangat untuk melaksanakan didaktik Kristus di Indonesia melalui lembaga pendidikan swasta maupun negeri, secara khusus di STT.
            Paparan di atas memberi konfirmasi bahwa mengajar dan belajar di STT adalah bagian dari perintah Tuhan yang mesti dilaksanakan secara efektif. Yesus di dalam melaksanakan misi soteriologi juga memakai pendekatan mengajar sebagaimana yang dinyatakan dalam Matius 5 -7. Di dalam Matius 4:19 Yesus menyatakan apa yang menjadi tujuan Yesus memanggil murid-murid-Nya, kemudian dalam Matius 5-7 Yesus menyampaikan materi pengajaran yang sesuai dengan tujuan yang telah dicatat dalam Matius 4 :19, materi pengajaran Yesus: ucapan bahagia (pendidikan karakter/etika), hukum taurat (Mat. 5:17-48), cara memberi sedekah (Mat. 6:1-4), Cara Berdoa (Mat. 6:5-15), Cara puasa (Mat. 6:16-18), Mengumpulkan harta (Mat. 6:19-24), Pelajaran tentang kekuatiran (Mat. 6:25 – 34), Menghakimi, hal yang kudus dan berharga, Pengabulan doa, jalan yang benar, pengajaran sesat, dua macam dasar, (Mat. 7).
Isi pengajaran harus disampaikan dengan cara yang efektif agar pendengar yang mendengar materi pengajaran mengalami perubahan. Yesus pun memakai metode mengajar. Metode-metode yang dipakai Yesus dalam mengajar yaitu metode ceramah atau khotbah (Mat. 5:1). Yesus mengajar sambil duduk, Yesus juga memakai metode penguatan, metode penguatan ini dapat diperhatikan dalam cara Yesus menyampaikan pujian kepada murid-murid-Nya dengan mengatakan bahwa murid-murid-Nya adalah garam dan terang dunia, garam dan terang dunia adalah kata-kata kiasan untuk menggambarkan peran para murid yaitu bahwa mereka dipanggil untuk menjadi berguna bagi sesama (bdn. Mat. 5:13-16). Ukuran efektivitas dari setiap kegitan terstruktur adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Yesuspun sebelum mengajar telah menentukan tujuan dan untuk mencapai tujuan itu Yesus memakai prosedur yang efektif untuk mencapai tujuan tersebut.
Tujuan yang dimaksud itu dapat dibaca dalam Mat. 4:19, sedangkan prosedur yang dipakai Yesus yaitu pemakaian metode mengajar, memakai kiasan-kiasan dalam mengajar, memilih tempat mengaja secara fleksibel tanpa terikat pada satu tempat, Yesus sering memakai bukit, pantei, perahu dan lain-lain. Salah satu murid yang membuktikan tujuan Yesus dalam Matius 4:19 adalah Petrus, ketika Petrus berkhotbah tiga ribu orang bertobat (menjadi penjala manusia).
Paparan di atas menegaskan bahwa Yesus melaksanakan sebuah kegitan terstruktur yaitu mengajar, sementara murid-murid-Nya melakukan kegitan belajar. Inilah kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini merupakan kegiatan terstruktur. Ada tujuan yang hendak dicapai, ada materi untuk mencapai tujuan, ada metode untuk mencapai tujuan, ada evaluasi apakah tujuan tercapai.
Sekolah Tinggi Teologi sebagai lembaga studi yang berkonsentrasi pada panggilan keagamaan dan budaya, ikut terlibat dan melakukan proses pembelajaran tersruktur. Proses pembelajaran diartikan interaksi edukatif antara pendidik dengan peserta didik, antara sesama peserta didik, antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar. Proses interaksi ini memberi dampak yaitu terjadinya perubahan pada peserta didik. Perubahan itu meliputi kognitif, afaketif dan psikomotorik. Serta perubahan lain yang mulai gencar dilakukan di Indonesia adalah perubahan karakter dengan mengedepankan pendidikan karakter. Tujuan pendidikan karakter agar anak memiliki karakter unggul di dalam dirinya.
Efektivitas proses pembelajaran itu diukur dari ketercapaian tujuan pembelajaran yaitu penetapan standar kompetensi dan Kompetensi dasar serta indicator-indikatornya. Untuk mewujudkan itu maka dibutuhkan dosen yang memiliki kompetensi paedagogis yang mampu memikirkan secara mendalam dan merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta memikirkan bagaimana peserta didik mencapainya sehingga proses pembelajaran memenuhi kriteria efektivitas. Salah satu bagian dari kompetensi paedagogi dosen adalah mampu merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar beserta indikatornya.
Bagian yang disebutkan di atas membutuhkan apa yang disebut dengan kemampuan merumuskan tujuan instruksional. Kemampuan menyusun tujuan yaitu kemampuan dalam identifikasi masalah yaitu proses membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan yang seharusnya. Hasilnya akan menunjukkan kesanjangan antara kedua keadaan tersebut. Bila kesenjangan kedua keadaan tersebut besar, kebutuhan itu perlu diperhatikan atau diselesaikan. Kebutuhan yang besar dan ditetapkan untuk diatasi itu disebut maslah. Kesenjangan ini disebut kebutuhan. Hasil akhir dari identifikasi masalah adalah perumusan tujuan instruksional umum atau standar kompetens (Disertasi Yonas Muanley) Pernyataan ini menunjukkan kkn bahwa perumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi masalah pada dosen. Bagaimana merumuskan sebuah tujuan yang bila memakai pendekatan kurikulum berbasis kompetensi maka tujuan mata kuliah itu dirumuskan dalam bentuk kompetensi yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar. Ada sebagian dosen yang dapat merumusakn standar kompetensi secara baik, tetapi ada pula yang tidak mencantumkan atau memikirkan secara mendalam perubahan seperti apakah yang hendak dimiliki peserta didik setelah mengikuti mata kuliah yang diajarkan.
Sering ditemukan bahwa pendidik mengajar mengejar materi dan bukan pada tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang dirumuskan juga hanya sekadar mengambil dalam silabus yang sudah ada, dan atau tanpa memiliki tujuan mengajar. Sekedar menulis di silabus tetapi tidak pernah memikirkan secara mendalam akan rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indikatornya.
Beberapa ahli pendidikan seperti W. James Popham dan Eva L. Baker  mengungkapkan bahwa tidak ada pendidik professional (guru dan dosen) yang sengaja berusaha mencapai hal-hal yang tidak penting. Namun masalah yang terjadi yaitu secara empiris kontekstual kekinian terdapat banyak guru yang secara tidak sadar berusaha mencapai tujuan yang tidak penting, dengan kedok berusaha mencapai tujuan yang sangat penting .
Pada sisi lain ada kendala dalam mewujudkan perubahan-perubahan dalam diri peserta didik. Perubahan-perubahan itu diduga lebih banyak berhubungan dengan kognitif ketimbang afektif dan psikomotorik, terlebih lagi pembentukan karakteristik unggul yang menyatu dengan misi setiap mata kuliah.
Perubahan kognitif yaitu membentuk mahasiswa dengan perubahan dalam bidang kemampuan manusia muda (mhs) dalam berpikir, sedangkan perubahan afektif yaitu perubahan peserta didik dalam aspek bersikap, sedangkan perubahan psikomotorik yaitu perubahan kemampuan peserta didik dalam melakukan gerak fisik.
Proses pembelajaran bertujuan untuk perubahan, perubahan itu berkait dengan tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan dosen merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indicator-indikatornya Mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif: mampu memakai strategi instruksional, metode-metode instruksional, memanfaatkan media-media instruksional, melakukan doa-doa instruksional, waktu-waktu belajar instruksional, efektifitas pendidikan karakteristik unggul menurut didaktik Yesus dalam matius 5:1-16 yang terintegrasi dengan mata kuliah. Mampu mengadakan penilaian/efaluasi secara efektif. Perubahan Kognitif, Afektif dan psikomotorik serta pemilikan karakteristik unggul. Kemampuan merumusan/menentukan tujuan instruksional, Merekonstruksi Bahan Instruksional pengajaran, Kemampuan memanfatkan Media instruksional pengajaran,
Proses pembelajaran yang dimaksud dalam variable penelitian ini dipahami sebagai proses interaksi antara dosen dengan mahasiswa, antara mahasiswa dengan sesama mahasiswa, antara mahasiswa dengan sumber-sumber belajar. Muara dari interaksi edukatif ini adalah perubahan yang meliputi kognitif yaitu perubahan pada bidang kemampuan manusia dalam berpikir, afektif yaitu perubahan pada bidang kemampaun manusia dalam bersikap, dan psikomotorik yaitu perubahan pada bidang kemampuan manusia dalam melakukan gerak fisik.( Disertasi Yonas Muanley). Perubahan ini dapat

berlangsung dalam diri peserta didik karena berbagai factor, antara lain setting (latar) instruksional yang meliputi: fasilitas, alat, bahan, lingkungan dan sumber daya lain yang tersedia, selain itu factor lain adalah strategi instruksional yaitu urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran dan mahasiswa, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan. Berbagai komponen ini dapat dimanfaatkan untuk tercapainya efektifitas pembelajaran (tercapainya tujuan pembelajaran).
Jadi, efektivitas proses pembelajaran adalah tingkat/kondisi tercapainya tujuan instruksional yang telah ditentukan dalam suatu proses pembelajaran. Akan tetapi pengalaman proses pembelajaran sering menunjukkan bahwa mahasiswa kurang berminat mengikuti pelajaran dengan berbagai alasan. Jika mahasiswa kurang berminat mengikuti proses pembelajaran maka efektivitas proses pembelajaran pasti tidak tercapai. Dalam konteks ini ada factor-faktor yang dapat mempengaruhi untuk mengatasi  minat belajar sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam hal ini apakah kompetensi dosen mempengaruhi efektifitas pembelajaran. Kompetensi seperti apakah yang dapat menolong mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, apakah motivasi berprestasi dosen mempengaruhi efektivitas pembelajaran?. Motivasi seperti apakah yang mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran?
Proses pembelajaran yang merupakan kegitan terstruktur yang meliputi kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik dan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik (oleh guru dan dosen). Pembelajaran merupakan istilah terkini untuk merujuk pada dua kegiatan edukasi yaitu mengajar dan belajar. Pembelajaran adalah bagian dari pendidikan. Oleh karena itu maka bagian ini dimulai dengan ulasan tentang pendidikan.
Pendidikan ada sejak manusia pertama yaitu Adam dan Hawa (bnd. Kej.). Di taman Eden Tuhan menjadi pendidik utama dan pertama bagi manusia pertama. Dalam perkembangan manusia, manusia mendidik generasi selanjutnya. Misalnya Adam dan Hawa mendidik anak-anaknya, Anak-anak Adam dan Hawa mendidik anak-anaknya, demikian kegiatan didaktik ini dilangsungkan sepanjang zaman. Sampai terpilihnya Israel sebagai sebuah bangsa, pendidikan itu tetap dilaksankan. Di luar bangsa Israel kegiatan mendidik pun dilaksanakan, hanya nuansa spritualnya berbeda. Bangsa Israel berbasis Yahwe sedangkan bangsa-bangsa lain disekitar Israel maupun yang jauh dari Israel melaksanakan kegiatan pendidikan berbasis keyakinan setempat atau berbasis agama samawi. Kegiatan ini berlangsung sampai datang-Nya Tuhan yang menjadi manusia yang dinamakan Yesus Kristus (bnd. Yoh.1:14). Mereka yang percaya kepada-Nya menjadi komunitas ekklesia yang akan melanjutnya tugas mengajar. Dalam komunitas  Dia sepanjang hidupnya melaksanakan tugan mengajar pada umat-Nya.
Di dunia ini ada berbagai kegiatan, tetapi dua kegiatan yang menjadi perhatian besar dan memerlukan beragam pengorbanan yaitu kegiatan belajar dan mengajar. Yesus yang adalah Tuhan dan juruselamat itu dalam tugas pelayanan-Nya memiliki murid yang melaksanakan kegiatan belajar (mengikuti guru-Nya), dan Yesus menjadi guru yaitu memberi pengajaran yang menakjubkan. Biasanya Yesus disebut Guru Agung. Dua kegiatan itu dirangkum dalam sebuah istilah teknis pendidikan masa kini yaitu “pembelajaran”. Pembelajaran sebagaimana yang disebut terakhir ini merupakan bagian dari pendidikan.
Kapan pendidikan ada dan berlangsung dalam kehidupan manusia? Jawabannya yakni keberadaan pendidikan dimulai oleh TUHAN dan tugas itu dipercayakan kepada manusia sehingga manusia melakukan kegiatan mendidik  dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi, dari satu kekuasaan ke kekuasaan lain. Pendidikan itu ada sepanjang eksistensi (keber-ada-an) kehidupan manusia. Kehidupan manusia selalu dan senantiasa diliputi dengan pendidikan. Pendidikan itu ada karena manusia sejak lahir memiliki banyak aspek eksistensi kehidupan, yaitu aspek eksistensi yang bersifat spiritual keagamaan (keyakinan/kepercayaan), kefilsafatan (cinta kebenaran), kemanusiaan, kependidikan sendiri, kesejahteraan, kebudayaan, yuridis, sosiologis, psikologis, ekonomis, dan sebagainya. Berbagai aspek eksistensi kehidupan manusia sebagaimana yang telah disebutkan disini akan berlansung secara baik apa bila ada suatu kegiatan yang disebut pendidikan. Dinyatakan demikian karena merujuk pada beberapa definisi pendidikan berikut ini.
Pendidikan dalam definisinya secara etimologi kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata paidagogia yang berarti pergaulan dengan anak. Paidagogos adalah hamba atau orang yang pekerjaannya menghantar dan mengambil budak-budak pulang pergi atau antar jemput sekolah. Jadi, berdasarkan etimologi ini, pendidikan diartikan seni mengajar atau seni mendidik anak-anak. Searah dengan pendapat kedua ahli ini,  wiji Suwarno menyatakan bahwa: istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata Paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah di antar seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput dinamakan paedagogos. Oleh karena itu pendidikan disebut dalam bahasa Inggris, to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual peserta didik.
Pendidikan sebagaimana yang dimaksud di atas berakar praktik manusia, khususnya praktik yang berlangsung dalam kebudayaan Romawi Kuno, khususnya dalam pengaruh bahasa Latin. Kata pendidikan dari bahasa Latin disebut  ‘educare’. Educare atau pendidikan adalah kesediaan orang dewasa memberi pembimbingan secara berkelanjutan kepada orang yang belum dewasa. Inti penekanan yaitu pembimbingan secara berkelanjutan.
Merujuk pada beberapa pemahaman di atas, jelas menyatakan bahwa dalam kegiatan pendidikan selalu ada orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Masing-masing memiliki kegiatan yang berbeda tetapi dengan tujuan yang sama yaitu perubahan (memperbaiki moral dan melatih intelektual). Dalam kata Bahasa Latin pendidikan diartikan bimbingan secara berkelanjutan.
Bimbingan ini jelas dilakukan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa. Bimbingan secara berkelanjutan ini pun pastilah memiliki sasaran yang hendak dicapai, sasaran atau tujuan yang mau dicapai adalah perubahan. Perubahan itu dalam taksonomi Bloom dinamakan perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan orang dewasa dalam definisi pendidikan bila dihubungkan dalam konteks formal maka dalam dunia pendidikan maka orang dewasa dapat diartikan orang yang memiliki kelayakan secara professional untuk melakukan sebuah pekerjaan membimbing yaitu mengajar. Sedangkan orang belum dewasa dalam konteks pendidikan formal diartikan peserta didik dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi yang perlu dibimbing oleh orang dewasa (professional) untuk mengalami perubahan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sementara dalam konteks non formal orang dewasa meliputi beragam pihak, seperti orangtua di rumah, dan masyarakat atau orang dewasa juga dapat dipahami dalam konteks non pribadi tetapi memberi perubahan seperti internet dan lain-lain.
Pendidikan diselenggarakan untuk tujuan merubah atau mentransformasi peserta didik dalam beberapa domein :
1. bidang kognitif, yakni perubahan peserta didik berupa bertambah dan makin kuatnya konsep pengetahuan yang akan menolongnya dalam kehidupan bermasyarakat dan berkarya
2. bidang afektif yakni perubahan akan bertambahnya keinsafan  dan kesadaran akan fungsi dan kebermaknaan pengetahuan yang kini dimilikinya.
3. bidang psikomotor yaitu perubahan yang berkenaan dengan aktivitas fisik seperti keterampilan hidup dan pertukangan. Dengan kata lain makin berkembangnya ketrampilan yang kini dan kelak dapat menyebabkan peserta didik mampu mempertahankan diri.
Dua hal yang sering dikeluhkan masyarakat yaitu mengajar dan mendidik. Ada pula yang menilai pendidik (guru dan dosen) hanya melakukan tugas mengajar dan bukan melakukan pendidikan atau mendidik. Dengan kata lain pendidik hanya melakukan tugas mengajar tidak melaksnakan kegiatan mendidik sehingga perubahan pada peserta didik dalam ranah afektif dan psikomotorik sulit tercapai. Mendidik sebagai usaha mempengaruhi dan membimbing anak dalam usaha mencapai kedewasaan tidak diwujudkan oleh pendidik, pendidik hanya mentranfer pengetahuan, hanya sekedar mengajar dan tidak mentransformasi peserta didik. Masalah yang berhubungan dengan pokok ini yakni para pendidik masa kini lebih banyak menekankan pendekatan intelektual atau intelegensi atau hanya mengajar nilai, sementara hal yang paling penting yang ikut menentukan kesuksesan berkarya diabaikan yaitu pendidikan yang merubah ketrampilan hidup dan bersosialisasi. Pokok ini terabaikan dalam pendekatan pendidikan dewasa ini. Sering peserta didik dievaluasi berdasarkan nilai ulangan bukan kemampuan anak secara menyeluruh. Kemampuan anak itu terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotorik. Tiga kemampuan ini harus mendapat perhatian dalam proses pendidikan yang memanusiakan peserta didik dalam kelanjutan hidupnya di masyarakat.
Mengajar adalah menyajikan bahan ajar tertentu berupa sejumlah pengetahuan, nilai, dan atau deskripsi keterampilan kepada seseorang atau sekumpulan orang dengan maksud agar pengetahuan yang diperlukannya sekarang atau untuk pekerjaan yang akan dijalaninya tumbuh, sehingga ia dapat mengembangkan  atau meningkatkan intelegensinya secara intelektual. Untuk membandingkan perbedaan tiga kata itu maka dijelaskan bahwa  mengajar merupakan sebagian kecil dari mendidik. Sedangkan mendidik memerlukan tanggungjawab lebih besar dari pada mengajar. Mendidik ialah membimbing pertumbuhan anak, jasmani maupun rohani dengan sengaja, bukan saja untuk kepentingan pengajaran sekarang melainkan utamanya untuk kehidupan seterusnya di masa depan.
Berbagai pengertian di atas menunjukkan bahwa bahwa manusia menurut keberadaan kodratnya, adalah mahluk yang bersifat labil sehingga sepanjang hidupnya tidak pernah berada dalam kecukupan, kecukupan secara lahir maupun batin, kecukupan secara individual maupun social. Oleh karena itu maka manusia yang belum dewasa (masih butuh didikan) membutuhkan bimbingan orang dewasa (orang yang lebih dewasa). Manusia itu memiliki kodrat kejiwaan, yaitu cipta (cipta mempunyai sifat kodrat mencipta/creativity), yaitu cenderung mencipta hal-hal baru yang bernilai lebih besar. Sedangkan rasa bersifat kodrat kepekaan (sensitivity), yaitu cenderung memberikan penilaian secara menyeluruh berimbang (esthetic) dalam memutuskan sesuatu. Sementara karsa yaitu manusia memiliki sifat kodrat nafsu atau keinginan berlebih (desirous). Ketiga aspek ini butuh pendidikan (tuntunan orang lain).
Pendidikan sebagaimana yang dimaksud di atas berguna untuk kelangsungan hidup manusia. Ketiga aspek kejiwaan manusia yang disebutkan diatas sangat menentukan fungsinya dalam satu rangkaian kesatuan. Tanpa potensi cipta, kreativitas dalam bentuk hal-hal baru tidak mungkin dan jika tidak ada hal-hal baru, manusia pun terancam kelangsungan hidupnya. Misalnya, dalam memenuhi kebutuhan pangan, mengingat badan manusia cenderung lemah, maka manusia tidak bisa langsung mengonsumsi bahan mentah yang tersedia dari sumber daya alam. Manusia harus mengolahnya secara intensif agar ketersediaan pangan cukup dan bisa menjamin kesehatan badan. Begitu pula halnya dalam memenuhi kebutuhan sandang dan papan. Manusia harus kreatif mencipta produk-produk baru agar bisa menyesuaikan diri dengan kondisi alam di mana mereka hidup. Kreativitas cipta tersebut sebenarnya selalu berhubungan dengan dorongan potensi karsa, di mana sifat kodrat karsa selalu cenderung ingin mendapatkan sesuatu yang lebih baik (kualitas) dan bahkan lebih banyak (kuantitas).
Setiap manusia memerlukan pendidikan (pembimbingan secara berkelanjutan) agar terbina aspek lahir maupun batin, baik secara individual maupun social yang berakar pada kodrat kejiwaan manusia, yaitu cipta, rasa dan karsa. Dengan kata lain potensi cipta, rasa dan karsa pada setiap manusia perlu mendapat pembimbingan secara berkelanjutan. Disinilah manusia membutuhkan pendidikan.
Kebutuhan manusia akan pendidikan disebabkan oleh karena manusia merupakan makhluk yang bergelut secara intens dengan pendidikan. Hal ini menyebabkan manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal educandus secara sekaligus, yaitu sebagai makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Manusia adalah adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri.
Pendidikan dimulai dari keluarga atas anak yang belum mandiri, kemudian diperluas di lingkungan tetangga atau komunitas sekitar, lembaga persekolahan, persekolahan formal, dan lain-lain tempat anak-anak mulai dari kelompok kecil sampai rombongan relatif besar (lingkup makro) dengan pendidikan dimulai dari guru rombongan/kelas yang mendidik secara mikro dan menjadi pengganti orangtua. 
Pendidikan sebagaimana yang dimaksud di atas pada perkembangannya bergerak kearah formal, maka bermunculan sekolah dari TK sampai pada PT. Salah satu lembaga yang ikut bertanggungjawab dalam pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan adalah hadirnya sekolah-sekolah Teologi, seperti Sekolah Tinggi Teologi yang menjadi tempat penelitian ini.
STT-STT sebagai lembaga pendidikan ikut bertanggungjawab dalam perubahan kognitif, afektif, psikomotorik yang diperlukan orang yang belum dewasa yang diutus dan didik dalam lembaga pendidikan teologi. Kegiatan pendidikan di STT juga adalah kegiatan yang bertumpu pada komponen-komponen pendidikan. Komponen pendidikan itu seperti tujuan, peserta didik, pendidik, alat, dan lingkungan.
Salah satu komponen dalam pendidikan yang sangat memegang peranan penting adalah tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan jantung dari proses pembelajaran. Setiap mata pelajaran atau mata kuliah yang disajikan memiliki tujuan instruksional atau bila memakai Kurikulum Berbasis Kompetensi maka tujuan Instruksional dari setiap mata kuliah harus dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang diharapkan dapat dicapai atau diwujudkan dalam diri peserta didik setelah para peserta didik berinteraksi selama jumlah pertemuan yang ditentukan (persemester). Kompetensi itu terdiri dari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta indicator-indikator dari setiap kompetensi dasar.
Upaya mencapai tujuan pembelajaran atau standar kompetensi dapat disebut efektif. Ini berarti efektivitas proses pembelajaran dari setiap mata pelajaran atau mata kuliah yang disajikan setiap semester dapat dikur dari ketercapaian tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran maka penting untuk memperhatikan proses pembelajaran. Ada berbagai komponen proses pembelajaran yang mesti diperhatikan dalam rangka efektivitas sebuah pembelajaran. Salah satu komponen yang menempati urutan pertama dan utama adalah tujuan pembelajaran. Penggunaan komponen lain dari pembelajaran mengarah pada komponen utama yaitu tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran, entah mata pelajaran atau mata kuliah manapun mesti meliputi perubahan prilaku yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Belajar akan dikatakan efektif jika peserta didik mengalami perubahan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Perubahan itu meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dari setiap peserta didik. Dengan kata lain belajar adalah suatu proses dalam diri manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan prilaku (Kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang relative tetap karena pengaruh pengalaman dan atau usaha manusia itu sendiri.
Bila perubahan ini tidak terjadi maka proses pembelajaran tidak dapat memenuhi kriteria efektivitas. Mengajar juga dapat dikatakan efektif bila mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pengajaran juga harus mampu memberi perubahan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotoik dari peserta didik yang diajarnya. Tercapainya tujuan pembelajaran merupakan ukuran efektivitas proses pembelajaran. Disini menjadi jelas bahwa tujuan pembelajaran adalah jantung dari proses pembelajaran.
Jika tidak ada tujuan pembelajaran maka pembelajaran tidak mempunyai arah, pembelajaran berlangsung secara asal-asalan, sekedar memenuhi kewajiban. Sebaliknya bila pembelajaran memiliki tujuan maka pembelajaran akan berlangsung dengan arah yang jelas. Peserta didik melakukan tugas belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran, demikian pula pendidik melaksanakan prosesdur pengajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Masalah yang mempengaruhi variable penelitian “Efektivitas Proses Pembelajaran” yaitu disinyalir secara konseptual bahwa terjadi apa yang disebut dengan lemahnya proses pembelajaran yaitu lemahnya proses pembelajaran. Artinya dalam proses pembelajaran, peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Dampaknya yaitu ketika peserta didik lulus dari sekolah atau perguruan tinggi, mereka pintar secara teoritis, akan tetapi peserta didik miskin dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan di masyarakat. Jadi perlu keseriusan dalam mengelola proses pembelajaran. Keseriusan dalam menerapkan strategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan Standar Proses Pembelajaran.
Lemahnya proses pembelajaran” yang dipaparkan di atas memang tidak didukung secara empiris dalam argumen konseptualnya tentang lemahnya proses pembelajaran karena pernyataan di atas merupakan frasa-frasa dari pengantar bukunya yang berjudul “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan” yang diterbitkan tahun 2006. Akan tetapi bila melihat ulasan konseptualnya tentang komponen-komponen proses pembelajaran pada halaman 59 dari judul buku yang telah disebutkan di atas maka dapat dipahami bahwa 5 komponen proses pembelajaran yang dikemukakan yaitu: (1) Tujuan, (2) Isi/Materi, (3) Metode, (4) media, (5) evaluasi merupakan komponen-komponen yang menentukan efektivitas proses pembelajaran (tercapainya tujuan pembelajaran/perubahan prilaku yang dialami peserta didik) namun diabaikan atau tidak dilakukan secara utuh. Misalnya metode pengajaran hanya berbasis ceramah yang sudah melekat dalam diri setiap pendidik, materi kuliah yang tidak mengalami revisi dari tahun ke tahun sama, bahkan ada yang sudah using,  penggunaan media pun sering ditemui banyak kendala, guru dan atau dosen ingin membuat media tetapi terkendala dengan minimnya dana, ataupun terbatasnya media LCD di sekolah, evaluasi terhadap mahasiswa. Ada lembaran-lembaran jawaban yang tidak dikembalikan ataupun dikembalikan tanpa ada komentar dosen yang menunjukkan dimana letak kekurangan dan kemajuan mengerjakan soal ujian.
Fakta menunjukkan perumusan kompetensi sekadar mengikuti kebiasaan, ada pula yang tidak memiliki rumusan tujuan komptensi, ada pula yang memiliki sertivikat AA dari universitas tertentu tetapi tidak mengimplementasi, ada yang memiliki AA dari Depag RI, ada pula yang tidak memiliki AA. Keterbatasan komponen-komponen proses pembelajaran seperti media pembelajaran: LCD terbatas, Website apalagi.
Motivasi berprestasi dosen. Efektivitas pembelajaran merupakan jantung pembelajaran. Adakah pengaruh motivasi berprestasi dosen terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Motivasi berprestasi seperti apa yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran? Apa yang dimaksud dengan motivasi? Dapatkah motivasi mempengaruhi perilaku seseorang?
Peran pembelajaran dalam perilaku dalam motivasi juga penting. Clark Hull, suatu teori di tahun 1940-an yang menguraikan saling hubungan antara pembelajaran dan motivasi memunculkan perilaku. Para teoritisi pembelajaran menekankan peran insentif dalam mengontrol perilaku diarahkan pada tujuan yang akan dicapai. Selain itu, telah dilakukan penelitian dengan pengkondisian klasik dan operan yang terlibat dalam munculnya motiv. Beberapa motiv dipelajari melalui pengamatan. Proses ini disebut pemodelan (modeling) yang merupakan dasar bagi sebagian besar motivasi manusia.
Interaksi social. Interaksi individu satu dengan individu lainnya dapat menimbulkan motivasi. Riset psikologi social menunjukkan kekuatan kelompok dalam memotivasi individu untuk menyesuaikan diri dan kekuatan vigor yang memiliki otoritas dalam memotivasi individu untuk mentaati figure yang memberikan motivasi. Keberadaan orang lain sering mengurangi kemungkinan individu untuk memberikan bantuan dalam suatu kondisi darurat sekalipun. Situasi social memiliki pengaruh besar terhadap intensitas perilaku, dalam hubungannya dengan sikap berinteraksi terhadap orang lain. Hal ini disebabkan oleh situasi tersebut mempunyai pengaruh untuk mengubah motivasi interaksi dengan orang lain.
Proses kognitif (Cognitive Process). Peran proses kognitif dalam motivasi mulai banyak dikenal. Jenis informasi yang kita terima dan bagaimana informasi itu diolah, memiliki pengaruh penting terhadap perilaku kita. Seperti teori keseimbangan Heider, teori disonasi kognitif Festinger dan teori persepsi dari Bem, menekakankan peran pengolahan informasi aktif “berpikir” dalam mengontrol perilaku. Selain itu, teori atribusi pun turut menekankan peran kognisi dalam menafsirkan orang lain-termasuk diri kita-yang menunjukkan bahwa perilaku kita sangat didasarkan pada penafsiran tersebut.
Masalah Kompetensi Paedagogi. Setiap pendidik pasti menyelesaikan pendidikan pada jenjang yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas profesioanl yaitu mengajar atau memberi kuliah. Syarat ini penting karena dengan pendidikan pada konsentrasi yang sesuai dan dengan tingkat pendidikan sesuai maka seseorang dosen diharapkan memiliki kemampuan atau keahlian melaksanakan tugas mengajar, khsusnya mata kuliah yang diasuhnya. Salah satu kemampuan paedagogi yaitu setiap dosen mampu
merumuskan/merekonstruksi kemampuan apa yang mesti dicapai oleh peserta didik. Bagian ini penting karena sering dijumpai bahwa ada nama mata kuliah tetapi dalam pelaksanaannya belum ada rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indikatornya. Adapula sekolah tertentu yang hanya memberi deskripsi mata kuliah tanpa merumuskan standar komptensi dan kompetensi dasardengan sejumlah indicator. Disisi lain, ada pula sekolah-sekolah Teologi yang tidak hanya memiliki deskripsi mata kuliah tetapi sudah menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indicator. Bagian ini sangat memudahkan dosen. Bila dosen tidak memiliki kemampuan paedagogis maka ia tidak dapat merumuskan salah satu komponen kompetensi paedagogis yaitu mampu merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta indikatornya. Fokus utama aspek kompetensi paedagogi yang menjadi variable bebas penelitian ini adalah kemampuan dosen merumuskan tujuan pembelajaran atau jika tujuan pembelajaran itu berbasis KBK maka bagaimana dosen mampu merumuskan tujuan berdasarkan kemampuan yang mau dicapai. Dan bagaimana memakai komponen-komponen proses pendidikan untuk standar kompetensi tersebut.  
Pendidikan Karakteristik Unggul Berbasis Didaktik Kristus. Pendidikan karakter kini sedang gemar dilaksanakan di Negara Republik Indonesia. Hal ini disebabkan karena berbagai penyimpangan perilaku yang terjadi di Negara ini. Alkitab sebenarnya menjadi sumber untuk menggali nilai-nilai universal pendidikan karakter itu. Salah satu yang hendak diteliti adalah pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus (pengajaran Yesus) berdasarkan Matius 4:19, 5:1-16. Yesus mengajarkan tentang ucapan bahagia, dan dalam ucapan bahagia itu terkandung nilai karakter yang begitu agung yang dapat gabungkan dengan mata kuliah apapun di STT. Bila hal ini terjadi apakah terbentuk sebuah karakteristik unggul dari para peserta didik di STT yang kemudian mereka kelak nantinya menjadi pemimpin-pemimpin dalam masyarakat gereja maupun umum.
Tingkat Pemahaman Dosen akan Instruksional Yesus Kristus. Injil Matius mencatat satu perintah Agung dari Yesus Kristus yaitu dalam Matius 28:19-20. Perintah Agung ini hanya dibaca dalam beberapa konteks. (1) konteks misiologis yaitu perintah untuk memberitakan Injil (2) Konteks pembinaan warga gereja (katekisasi). Adakah bidang-bidang lain termasuk dalam perintah ini? Dengan kata lain, apakah mata kuliah yang diasuh oleh dosen mata kuliah umum, mata kuliah praktika, mata kuliah historika, mata kuliah biblika, mata kuliah agama-agama dan lain-lain masuk dalam perintah Yesus Kristus? Bila ia ada dalam perintah Yesus Kristus yang oleh peneliti dengan memakai istilah Instruksional Yesus Kristus (Perintah/Amanat Agung Yesus Kristus) apakah setiap dosen bersemnagat mengajar mencapai efektivitas pembelajaran karena intrusional Yesus Kristus atau lebih kepada aspek lain, misalnya ekonomis?
Pemanfaatan Web Blog oleh dosen dalam proses pembelajaran. Kemajuan Teknologi Informasi memberi pengaruh yang luas di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, teknologi telah mempengaruhi masyarakat, khususnya dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan mulai digunakan Teknologi berbasis Internet (hubungan antara satu computer dengan computer lain di seluruh dunia). Dunia pendidikan mulai mempergunakan fasilitas internet seperti website (www) untuk proses pembelajaran. Website tersebut ada yang bersifat berbayar dan gratis. Bagian terakhir ini dikenal dengan web blog/weblog atau blog. Blog kemudian mulai dimanfaatkan  dalam Proses Pembelajaran.
Berdasarkan kenyataan sebagaimana yang dipaparkan di atas, ketiga peneliti terapan ini berusaha mengembangkan sebuah penelitian yang disebut dengan penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan yang dilakukan oleh mereka bermaksud untuk mencoba melihat efektifitas dan efisiensi pembelajaran dengan mengngunakan media video berbasis web untuk mata kuliah pengantar teori grah. Situs dengan alamat http://cai.elearning.gunadarma.ac.id/ telah diimplementasikan terhadap kurang lebih 50 mahasiswa. Sembilan puluh enam persen menyatakan program ini sangat menarik  dan sangat membantu dalam kegiatan pembelajaran.  Selain itu 90 % menyatakan program ini dapat mengatasi kebosanan terhadap perkuliahan di kelas dalam bentuk metode ceramah.
Hal di atas banyak digunakan di Perguruan Tinggi umum, ada blog dosen UI, Blog Dosen UKI, Blog dosen UPI, Blog Dosen Universitas Naratoma, Blog Dosen Gunadharma, dan masih banyak lagi. Selain itu di tingkat SD – SMA ada blog guru, Blog Kimia, Blog Biologi, Blog Matematika, dan lain-lain. Sementara di dunia Perguruan Tinggi Teologi, sedikit yang mempublikasikan tulisannya di Blog, baik yang berbasis blogspot maupun wordpress. Para dosen enggan menggunakan fasilitas weblog atau blog yang gratis seperti: wordpress, blogspot dan lain-lain untuk dijadikan sebagai media pembelajaran bahkan dapat dijadikan ragam media pembelajaran terhadap mata kuliah yang diasuhnya. Sementara fasilitas yang tersedia dalam kedua weblog yaitu blogspot dan wordpress sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai media instruksional pembelajaran dari setiap mata kuliah. Blog memang sifatnya gratis tetapi tampilan blognya (templatenya) dapat dibuat sedemikian rupa sehingga akan nampak seperti website professional.
Pada tahun 2009, peneliti mulai mengenal blog yang berbasis blogspot kemudian wordpress. Pada tahun 2011 peneliti mulai memanfaatkan blog untuk mengisi blog dengan materi mata-mata kuliah yang diasuh oleh peneliti. Tahun 2011 juga menekuni secara mandiri pemanfaatan blog sebagai media pembelajaran. Silabus, Materi Kuliah dan tugas-tugas mahasiswa mulai dimasukan dalam blog. Tahun 2012 mulai menata blog secara professional, ada tombol-tombol navigasi untuk menghantar pembaca atau mahasiswa ke halaman-halam blog, seperti halaman website/blog untuk silabus, halaman untuk standar Kompetensi dan Kompetensi dasar, halaman tugas-tugas mahasiswa, halaman untuk kontak dengan dosen. Selain itu atas motivasi sendiri merintis sebuah blog dengan nama: Merintis Penggunaan Blog Oleh Dosen di STT IKSM Santosa Asih. Adapun blog-blog yang dikelola untuk mata kuliah yang diasuh yaitu sebagai berikut:
Blog-blog yang sudah dibuat untuk mahasiswa STT IKSM Santosa Asih, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel, STT Paulus bermaksud untuk melihat sejauh mana efektivitas pemanfaatan blog sebagai media pembelajaran dengan efektivitas proses pembelajaran di STT.

B.     Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diidentivikasi sejumlah masalah pada efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel, STT Paulus sebagai berikut:
1.      Ada indikasi sebagian dosen di STT masih menerapkan pembelajaran berbasis materi dan bukan berbasis tujuan atau efektivitas proses pembelajaran di STT.
2.      Ada indikasi bahwa sebagian dosen hanya memanfaatkan apa yang sudah ada.
3.      Ada indikasi bahwa rumusan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator-indikatornay tidak dilaksanakan secara baik atau kompetensi paedagogik dalam merumuskan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator-indikatornya dengan kata kerja operasional yang relevan untuk domein kognitif, afektif dan psikomotorik kurang diperhatikan secara baik.
4.      Ada indikasi bahwa dosen tidak mengimplementasi pembuatan kontrak pembelajaran, silabus dan SAP sesuai teori pelatihan yang telah diperoleh dalam pelatihan Applied Approach yang diselenggarakan oleh Universitas maupun oleh Dirjen Bimas Kristen Protestan.
5.      Ada indikasi bahwa belum tampak adanya keinginan/motivasi berprestasi dari dosen dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran.
6.      Ada indikasi bahwa pembelajaran setiap mata kuliah kurang terintegrasi dengan pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus Kristus dengan mata kuliah yang diasuhnya.
7.      Ada indikasi bahwa dosen di STT memiliki blog, baik yang berbasis wordpress.com (www.wordpress.com),  blogspot.com  (www.blogspot.com) tetapi belum dimanfaatkan untuk proses pembelajaran terhadap mata kuliah yang diasuhnya.
8.      Ada indiaksi bahwa dosen di STT kurang memanfaatkan Blog gratis (blogspot dan wordpress), khususnya hosting wordpress. Sementara banyak universitas-universitas di di Indonesia telah memanfaatkan blog untuk keperluan pembelajaran, misalanya blog terbaik adalah blog Dosen dan Mahasiswa Universitas Naratoma, dan disusul dengan universitas lainnya, di STT sangat jarang memanfaatkan weblog untuk proses pembelajaran, pada hal wordpress dan blogspot menjadi media yang sangat relevan untuk dosen mempublish tulisan-tulisan akademis, termasuk mata kuliah
9.      Ada indikasi bahwa dosen di STT kurang memanfaatkan weblog berbasis free weblog (wordpress dan blogspot.com dll) untuk mata kuliah yang diasuhnya dalam proses pembelajaran.
10.  Diduga dosen di STT engan memasukan kontrak pembelajaran, silabus dan materi kuliah dalam weblog yang dapat diakses mahasiswa secara online.
11.  Ada indikasi dosen kurang memanfaatkan media pembelajaran online
12.  Ada indikasi dosen lebih banyak memanfaatkan papan tulis sebagai media pembelajaran
13.  Ada indikasi dosen kurang memanfaatkan metode pembelajaran secara fariatif
14.  Ada indikasi dosen hanya menggunakan metode kuliah atau ceramah pada setiap kali pertemuan.
15.  Ada indikasi bahwa dosen hanya menggunakan evaluasi kognitif
16.  Ada indikasi bahwa dosen kurang menggunakan evaluasi untuk ranah afektif dan psikomotorik
17.  Ada indikasi bahwa dosen tidak menulis bahan ajar secara baik

C.    Pembatasan Masalah
Berdasarkan identivikasi masalah di atas menjadi jelas bahwa ada banyak variabel yang mempengaruhi efektivitas proses pembelajaran. Variabel-variabel yang mempengaruhi itu disebut variable bebas (independent variable), yang mempengaruhi variable pokok/utama yang telah ditetapkan sebagai variable terikat, variable ini biasa disimbolkan dengan Y, sedangkan variabel bebas disimbolkan dengan X (X1, X2, X3, X4 dst.) 
Dalam penelitian ini sesuai identifikasi masalah maka variable bebas dibatasi pada kompetensi paedagogis (X1/ identifikasi masalah no. 1), motivasi berprestasi dosen (X2/identifikasi masalah no.3 ), integrasi pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus (X3/identivikasi masalah no. 8), pemanfaatan weblog (free weblog/blog) dalam proses pembelajaran (X4/identifikasi masalah no.4). Apakah lima variable itu mempengaruhi efektivitas atau tercapainya tujuan pembelajaran yaitu perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan kata lain, berdasarkan sejumlah masalah di atas, perlu dibuat batasan masalah  penelitian dengan maksud agar secara penelitian ini dilakukan secara terarah, selain itu efektivitas waktu, dana dan daya untuk menyelesaikannya. Dengan demikian fokus penelitian ini diarahkan pada beberapa variable bebas yaitu: Kompetensi Paedagogis Dosen, Motivasi Berprestasi Dosen, integrasi Pendidikan Karakteristik Unggul Berbasis Didaktik Yesus Kristus dengan mata kuliah, Pemanfaatan Free WebBlog Sebagai Bahan Ajar Online dan sebagai Media Instruksional. Variabel-variabel ini sifatnya independen dan memiliki pengaruh terhadap variable utama disertasi ini yaitu: efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel.

D.    Perumusan Masalah

Penelitian ini memerlukan pertanyaan pengarah yang hendak dirumuskan dalam bentuk rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengaruh kompetensi paedagogis dosen terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?
2.      Bagaimana pengaruh motivasi berprestasi dosen terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?
3.      Bagaimana pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?
4.      Bagaimana pemanfaatan blog sebagai media pembelajaran terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?
5.      Bagaimana pengaruh kompetensi paedagogis dosen, motivasi berprestasi dosen, pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus, pemanfaatan blog sebagai media pembelajaran secara sendiri-sendiri dan bersama-sama berpengaruh terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?

E.     Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui sejaumana pengaruh kompetensi paedagogis dosen terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?
2.      Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh motivasi berprestasi dosen terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?
3.      Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pendidikan karakteristik unggul berdasarkan didaktik Yesus terhadap efektivitas proses
4.      pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?
5.      Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemanfaatan blog sebagai bahan ajar online dan media pembelajaran terhadap efektivitas proses pembelajaran di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel?
F.     Manfaat Penelitian
Secara Teoritis
1.      Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangsih bagi pengembangan disiplin ilmu praktika yaitu Pendidikan Agama Kristen di STT IKSM Santosa Asih, STT Paulus, STT Arrabona, STT Rahmat Emmanuel dalam pergumulan terhadap efektivitas pembelajaran dan efektivitas lembaga pendidikan Teologi
2.      Hasil penelitian ini diharapkan dapat diwujudkan menjadi buku untuk refrensi PAK dalam efektivitas pembelajaran dengan berbagai variable yang berhubungan dengannya.
Secara Praktis
1.      Hasil penelitian ini memberikan kontribusi praktis bagi empat STT tentang efektivitas proses pembelajaran
2.      Memberi kontribusi bagi para dosen di empat STT untuk memanfaatkan free weblog (blogspot dan wordpress) untuk dijadikan sebagai media pembelajaran secara online.
3.      Memberikan kontribusi kepada para dosen untuk terus meningkatkan motivasi berprestasi.




Author:

Facebook Comment